Perlindungan Perdagangan Burung
Indonesia memiliki berbagai jenis satwa, satwa-satwa tersebut tersebar diseluruh pulau-pulau yang ada di Indonesia. Kekayaan alam tersebut adalah aset negara yang tak ternilai harganya, maka dari itu perlu adanya pengaturan dan perlindungan terhadap berbagai jenis satwa dan tumbuh-tumbuhan agar tidak hilang dari alam. Pada tahun 1978, Indonesia sebagai negara megabiodiversity meratifikasi convention on international trade of endangered species wild fauna and flora (CITES) melalui keputusan presiden (kepres) No.43 tahun 1978 tentang pengesahan convention on international trade of endangered species wild fauna and flora (CITES). Pengaturan dan perlindungan tersebut diwujudkan oleh Negara Indonesia melalui pembentukan undang-undang tentang sumber daya alam hayati dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (yang selanjutnya akan disebut dengan UU KSDA). Peraturan perundang-undangan yang ada diharapkan mampu untuk melindungi ekosistem dan sumber daya alam hayati yang ada di Indonesia. Peraturan pelaksana atas UU KSDA, antara lain :
Peraturan Pemerintah nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan jenis Tumbuhan dan Satwa.
Peraturan Pemerintah nomor 8 Tahun 1999 Tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.52/Menhut-II/2006 tentang Peragaan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.53/Menhut-II/2006 tentang Lembaga Konservasi
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.35/Menhut-II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu
- Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.31/Menhut-II/2009 tentang Akta Buru dan Tata Cara Permohonan Akta Buru
- Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.18/Menhut-II/2010 tentang Surat Izin Berburu dan Tata Cara Permohonan Izin Berburu
Dalam peraturan CITES terdapat tiga lampiran / Appendix yang berisi daftar aneka jenis tumbuhan dan satwa liar, termasuk burung yang sudah diatur tatacara perdagangannya. Ketiga Appendix tersebut adalah:
- Appendix I: memuat daftar dan melindungi seluruh spesies tumbuhan dan satwa liar yang terancam dari segala bentuk perdagangan. Itu berarti semua burung yang termasuk dalam Appendix I tidak boleh diperdagangkan, kecuali untuk konservasi.
- Appendix II: memuat daftar spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi memungkinkan menjadi terancam punah akibat perdagangan yang terus berlanjut tanpa adanya pengaturan. Jenis burung yang terlampir dalam Appendix II bisa diperdagangkan melalui tata cara dan peraturan yang berlaku.
- Appendix III: memuat daftar spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi di suatu negara tertentu, dan berada dalam kawasan habitatnya. Appendix III memberi pilihan bagi negara-negara anggotanya untuk status perdagangannya, apakah masuk Appendix I atau Appendix II.
Seiring dengan maraknya hobi memelihara burung di kota-kota, telah berkembang pula kebiasaan kontes-kontes burung kicau di berbagai wilayah di Indonesia, karena itu, kegiatan hobi memelihara burung, kontes burung, dan bisnis perdagangan burung telah menyebabkan suatu dilema. Pada satu pihak, kegiatan tersebut dapat memberikan dampak positif. Misalnya, dapat berkembangnya kegiatan bisnis burung dan penangkaran burung oleh masyarakat yang dapat menguntungkan secara ekonomi. Namun, di pihak lain, kegiatan tersebut sangat mengkhawatirkan terjadinya penurunan populasi burung secara drastis di alam, bahkan dapat menimbulkan kepunahan jenis burung. Hal tersebut terutama apabila kegiatan seperti kontes burung dan bisnis perdagangan burung tersebut tidak dikelola dengan seksama tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasinya.
Beberapa alasan orang yang hobi memelihara burung yakni sebagai sarana hiburan karena burung memiliki bulu indah, suara merdu, tingkah laku lucu menari, menguntungkan untuk dijual lagi dan menghilangkan stress dan rasa penat. Jenis-jenis burung yang biasa disertakan pada kontes burung kicau tingkat lokal dan sekitarnya cukup beraneka ragam. Utamanya ada dua jenis burung lokal yang biasa dijadikan unggulan kontes, yaitu murai batu (Kucica Hutan/Copsychus malabaricus) dan anis merah (Zoothera citrina).
Segala bentuk upaya perlindungan terhadap satwa harus dilaksanakan, karena tanpa disadari bahwa satwa yang ada didunia khususnya di Indonesia semakin hari semakin berkurang. Bahkan ada dari beberapa spesies yang saat ini sudah mengalami kepunahan. Kepunahan dari beberapa jenis satwa yang dilindungi ini merupakan ketidaksadaran dari dalam diri manusia betapa pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem. Tanpa disadari bahwa spesies-spesies yang telah punah ataupun hampir punah tersebut memiliki peranan yang sangat penting bagi suatu keseimbangan ekosistem, sehingga dengan punahnya spesies tersebut telah membunuh tumbuh dan perkembangan suatu ekositem dan pada akhirnya membawa dampak buruk yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup seluruh makhluk yang ada di bumi.
Referensi :
- Johan Iskandar. Dilema Antara Hobi Dan Bisnis Perdagangan Burung Serta Konservasi Burung. Departemen Biologi Fmipa UNPAD. Diakses 17 September 2020.
- Diningrat RI. 2011. Penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan satwa liar yang dilindungi menurut undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (studi kasus terhadap perdagangan burung Paruh Enggang di Provinsi. PT Sinar Grafika. Jakarta.
- https://www.burung.org/tag/perdagangan-burung/
- https://omkicau.com/2017/10/22/mengenal-status-perdagangan-burung-berdasarkan-cites/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar