Mengapa Burung Gereja Ada Dimana-mana?

Dalam kesibukan hari-hari, kebanyakan orang tidak tersadar dengan keanekaragaman hayati yang hidup bersama kita di “hutan beton” buatan kita. Walaupun begitu, pasti kita semua pernah melihat salah satu hewan yang sering ditemukan di berbagai kota di Indonesia. Burung kecil ini dapat ditemukan di pinggir jalan atau di taman sedang mengais-ngais tanah untuk mencari serangga atau biji. Selain itu, burung ini dapat ditemukan juga pada kabel maupun cabang pohon sedang bertengger. Hewan ini adalah burung gereja. Secara ilmiah, burung kecil ini memiliki nama Passer montanus sementara nama lokal lengkapnya adalah burung gereja-erasia. Bagian “erasia” dari nama lokalnya diberikan karena persebaran burung ini yang dapat ditemukan di seluruh kawasan Eropa dan Asia. Walaupun dinamakan burung gereja, burung ini bisa ditemukan di mana-mana, seperti di desa-desa, perumahan, bahkan di kota penuh dengan bangunan pencakar langitOleh karena ini munculah suatu pertanyaan, mengapa burung gereja sangat umum di wilayah perkotaan? Bukankah wilayah tersebut tidak bersahabat dengan hewan? Yuk, simak penjelasannya lebih lanjut!


Gambar 1. Burung gereja biasa ditemukan menghinggap di kabel listrik (Dokumentasi pribadi)


Sifat burung gereja yang kosmopolitan di wilayah perkotaan mengakibatkan burung ini dapat dikategorikan sebagai burung urban. Apa itu burung urban? Burung urban sederhananya adalah spesies burung yang populasinya mampu beradaptasi di kawasan perkotaan yang sebelumnya merupakan habitat asli mereka. Burung urban lain yang mungkin kita pernah lihat adalah tekukur biasa (Streptopelia chinensis) dan bondol peking (Lonchura punctulata). Walaupun bagi kita kawasan kota merupakan tempat tinggal, tetapi bagi burung kota merupakan habitat yang berbahaya. Kualitas udara yang rendah, kebisingan suara mobil, banyaknya cahaya buatan, sedikitnya pepohonan, sumber air, serta tentunya kehadiran manusia menganggu kehidupan dan mengurangi kemampuan burung untuk bertahan hidup di kawasan kota. Walaupun begitu, burung gereja tetap bertahan hidup dalam jumlah banyak. Ketangguhan ini disebabkan karena beberapa adaptasi yang dimiliki oleh burung gereja.

Pertama, burung gereja dapat bersarang di bangunan buatan manusia, seperti di lobang atap rumah atau di dinding bangunan. Ukurannya yang kecil juga dapat membantu mereka mengakses lokasi bersarang yang lebih banyak dibandingkan burung lain. Kedua, burung gereja dapat memakan banyak jenis makanan, mulai dari biji-bijian, sampai serangga. Makanan manusia seperti roti pun dapat mereka makan. Bandingkan dengan burung seperti bondol peking (Lonchura punctulata) yang sama-sama berukuran kecil, tetapi hanya bisa memakan biji-bijian saja. Maka, ketika sumber pakan tersebut menghilang, burung bondol tidak memiliki makanan lagi. Sementara burung gereja masih bisa mencari sumber pakan lain. Terakhir, burung gereja memiliki populasi yang tinggi dan berkoloni dalam jumlah banyak sehingga akan lebih sering ditemukan.

Gambar 2. Si Oportunis, burung gereja tidak malu untuk memakan makanan manusia seperti roti atau bubur (Dokumentasi pribadi)


Adaptasi ini terlihat secara jelas membantu burung gereja dalam bertahan hidup karena sekarang burung gereja memiliki persebaran yang sangat luas. Burung kecil ini dapat ditemukan dari Eropa sampai Asia. Keahlian burung gereja dalam beradaptasi diberbagai lingkungan bahkan membantu burung ini bertahan hidup di luar “kandangnya”. Pada beberapa wilayah, burung ini berkeliaran bebas padahal distribusinya spesiesnya tidak mencapai wilayah tersebut. Di Amerika Serikat, burung ini terintroduksi di wilayah sekitar St Louis. Populasi burung ini berawal dari 12 individu yang dilepaskan pada tahun 1870 dan sekarang sudah mencapai 15.000 individu. Pencapaian yang sangat besar bagi burung yang harus beradaptasi dengan lingkungan baru dan kompetisi dengan burung yang hidup di kawasan tersebut. Sementara, di  Indonesia, burung gereja sudah dapat ditemukan di seluruh kawasan negara kita, termasuk Papua yang berada paling barat dari persebaran burung ini.


Ternyata, burung gereja yang kecil dan gesit ini memiliki cerita adaptasi yang patut dikagumkan. Meski burung gereja bisa hidup nyaman di kawasan kota, kita tetap bisa membuat kawasan sekitar rumah menjadi lebih asri untuk membantu tetangga bersayap kita memiliki habitat yang lebih baik lagi. Misalnya, menanam pohon-pohon yang buahnya bisa dimakan oleh burung, membuat kolam sebagai tempat minum dan mandi burung, dan tidak membeli atau menangkap burung sehingga burung gereja dan hewan lainnya tetap dapat hidup bebas di sekitar kita.


Sumber :

  • MacKinnon, J., Phillips, K., & Balen, V.B (2010). Burung-burung di Sumatera, Jawa,Bali dan Kalimantan. Bogor: Burung Indonesia
  • Atlas Burung Indonesia. 2020. Atlas Burung Indonesia: wujud karya peneliti amatir dalam memetakan burung nusantara. Yayasan Atlas Burung Indonesia: Batu.
  • https://www.audubon.org/field-guide/bird/eurasian-tree-sparrow


Penulis: Muhamad Azriel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar